Jumat, 06 Mei 2011

Asumsi Biaya Budidaya Pohon Jabon

Investasi Usaha Hutan Tanaman Jabon sebagai pelaku penyedia bahan baku tanamanan industri pada kebutuhan industri-industri pengolahan kayu, kertas maupun industri pengolahan yang bersumber dari bahan baku kayu merupakan langkah bijak, dapat memberikan harapan kesejahteraan yang cerah dengan sumber pendapatan/ profit yang tinggi.

Jabon merupakan satu diantara kayu unggulan dimana pada saat ini dan untuk kedepannya Jabon diandalkan sebagai bahan baku dalam perindustrian kayu, karena Jabon memiliki keunggulan dibangdingkan kayu unggulan lainnya, baik dari pertumbuhan, struktur, maupun mutu kayunya, dan dari sisi ekonomisnya, pohon jabon juga dapat dipanen dengan cepat, mudah dirawat, dan harganya juga bernilai tinggi.

Kebutuhan kayu Jabon akan terus meningkat akibat efek dari kebijakan pemerintah, tentang pelarangan penebangan kayu dari hutan alam, namun disamping itu sisi baiknya, Pemerintah Menerbitkan PP No.6 Tahun 2007 tentang HTR Hutan Tanaman Rakyat, terutama salah satunya adalah HTR Pola mandiri , untuk jenis tanaman masyarakat diberi kebebasan dalam memilih, namun disarankan tanaman yang mempunyai daur (umur) pendek 8 tahun, memiliki nilai ekonomi tinggi serta mudah dalam pemasarannya, pemerintah juga dapat membantu mengatur mekanisme pemasaran dengan pengusaha perkayuan, tentu dalam hal ini adalah sebuah Nuasa baru dalam tata kelola hutan di indonesia , dimana pemerintah pasti melandasinya dengan niat baik bagi kesejahteraan Rakyat, Perubahan yang patut disambut dengan gembira.

Budidaya Jabon merupakan pilihan yang tepat dilihat dari segala sisi kelebihannya, maka bisa dikatakan kita telah menjadi pelaku sebagai penyedia kebutuhan bahan baku bagi industri kayu.


Asumsi Biaya Budidaya Jabon Per 1 Hektar







INVESTASI JABON

Masih Tersedia Lahan untuk berinvestasi kayu jabon bagi anda yang tidak memiliki waktu dan lahan, Tanaman jabon sudah tertanam di lahan,lokasi di Aceh Timur.
biaya investasi Rp. 20 juta per haktar, bisa diangsur selama 3 tahun.
Pemasaran kayunya juga sudah ditampung oleh perusahaan.
untuk informasi investasi kebun jabon klik di sini

Benih Jabon dan cara Penanamannya

  1. Biji jabon standar,dengan tingkat perkecambahan per ons antara 2000 sd 20.000 kecambah.
  2. biji jabon yang disemai disiram dengan memakai sprayer dan dicampur fungisida antrakol dosis rendah(untuk menghindari jamur).
  3. Setelah kecambah setinggi 2 sampai 3 cm dan berdaun 4, dicabut untuk dipindahkan ke media polybag sedang diameter minimal 8 sd 12 cm.
  4. Sebelum ditanam di polybag, maka cukup di cuplik bagian bawah akarnya memakai bilah bambu.
  5. Jabon pindahan dari cabutan belum kuat panas, pemindahan efektif di sore hari. penyiraman sehari 2 kali.
  6. Gunakan pupuk dan antrakol serta pestisida guna mencegah penyakit jamur dan ulat.
  7. Bersihkan kalau ada gulma.
  8. Dalam waktu sekitar 3 bulan jabon siap tanam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
  1. kunci penanaman, bila dirasa tidak hujan setelah ditanam, siram dengan segayung air. maka jabon akan bertahan sampai 10 hari bila menunggu hujan.
  2. hama yang muncul setelah tanam sampai saat ini adalah, uret, busuk jamur(hujan tinggi), belalang dan ulat, hama ini mudah diatasi dengan indektisida, fungisida, campurkan dengan perekat.
  3. bila terpaksa dipangkas cabangnya, paling tidak 30 cm dari pangkal batang, untuk menghindari air masuk ke batang utama.
  4. pilihlah bibit yang berdaun hijau tua, batang hijau tua, jangan terkecoh jabon tinggi kayak lidi dan daunnya kuning.
  5. uret biasanya muncul bila intensitas hujan tinggi, gunakan disinon 10g bila furadan kurang mengatasi.
  6. hama yang muncul adalah ulat keket berduri, bisa disemprot atau diambil manual.

Cara Budidaya Pohon Jabon

JABON
JABON
JABON
JABON



CARA BUDIDAYA POHON JABON :


Sebelumnya saya jelaskan masalah metode ukuran jarak tanam pohon jabon pada umumnya :
*Jabon dapat hidup pada ketinggian 0-1000 dpl (dari permukaan laut)*

Pola Hutan Rakyat Umumnya menggunakan jarak tanam 2 x 2,5 m. namun hasil pertumbuhan dan perkembangan diameternya tidak begitu cepat dan maksimal, cara ini biasanya digunakan masyarakat dengan membiarkan tumbuh liar dengan sendirinya ibarat hutan.

Perkebunan pada umumnya menggunakan jarak tanam yang direkomendasikan yaitu 4 x 5 m. jarak tersebut dapat memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan diameter batangnya, sebab radius lingkaran bayangan kebawah batang atas pohon adalah wilayah penyerapan unsur-unsur hara ditanah oleh akar pohon, jadi jarak 4 x 5 m adalah yang paling baik bagi pertumbuhan pohon jabon tetapi bisa juga menggunakan jarak 4 x 4 m tergantung kondisi lahan, jabon dapat hidup pada tanah Alluvial lembab (Pinggir sungai), Tanah liat, tanah lempung, podsolik coklat, tanah daerah yang ada pasang surut, iklim basah dan tropis.

CARA TANAM :

Buka Lobang Lebar.25 Cm x Panjang.25 Cm x dalam 60 cm. (Lihat Gambar.)

JABON

JABON


Lalu masukan Kompos+NPK 2,5 gr (campur) sebagai pupuk dasar diendapkan dilubang berbentu kerucut kebawah untuk akar setinggi 30 cm (dapat langsung tanam/3-7 hr kemudian baru tanam),kemudian tusuk lubang endapan kompos tersebut dengan kayu/tombak sehingga berbentuk lubang yg sesuai untuk tempat semayaman akar,masukkan bibit yang polibagnya sudah dibuka/disobek kedalam,Masukan akar terlebih dahulu lurus kebawah,lalu isi tanah kompos sebagai penutup akar dengan tanah setinggi 20 cm,hingga tersisa lubang 10 cm sebagai kantong air.

PERAWATAN :


Semprot Pestisida secara aktip per 1 atau 2 minggu sekali selama 3-5 bulan tergantung keadaan gangguan, agar daun tidak dimakan ulat.setelah daun cukup banyak pengusida sudah tidak perlu disemprotkan lagi,sebab daun tidak akan habis dimakan ulat sebab daun sudah banyak.

PEMUPUKAN :

Untuk pertumbuhan, pemupukan dapat dilakukan Minimal cukup sampai usia 3 tahun, (sudah bagus, karna untuk 3 tahun keatas sumber makanan unsur hara dari serasah yang terdekomposisi secara alami selama 1-3 tahun telah mengurai menjadi unsur hara dan kesimbungan dekomposisi serasah 3-6 tahun, yang mana jabon dapat hidup dengan PH 4,5 (Masam) - 7,5 (Basah), Masam : Unsur Mikronya banyak & Unsur Makronya sedikit, Basah : Unsur Makronya banyak & Mikronya sedikit), cukup kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang + NPK, Periode pemupukan 1-2 kali/setahun.
(TAPI JIKA ADA KEMAMPUAN LEBIH BAIK, PEMUPUKAN SAMPAI BATAS USIA MENDEKATI USIA PANEN YAITU 5 SAMPAI 6 TAHUN, AGAR HASIL LEBIH MAKSIMAL) *CARA PEMANENAN GUNAKAN METODE PENJARANGAN, PANEN 50-70%,TANAM KEMBALI 70%, SISA 30% UNTUK PANEN PERIODE KE II BERSAMAAN PANEN KELANJUTAN DARI TANAM ULANG, JANGAN TEBANG HABIS/GUNDUL, PENJARANGAN MINIMAL DISISAKAN 10% . BEGITU SETERUSNYA BERKELANJUTAN*

Awal tanam - 1 Tahun : NPK 1 sendok makan (tabur jgn kena/menumpuk pada batang pangkal)
1 Tahun - 2 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 05 kilo + NPK 2,5 On
2 Tahun - 3 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 10 kilo + NPK 5,0 On

Dapat juga hanya dengan kompos :
1 Tahun - 2 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 20 Kilo
2 Tahun - 3 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 20 kilo

Kompos sangat penting peranannya,kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang berperan sebagai absorbent yg dapat menyimpan mineral & unsur hara dan memperlancar pertukaran kation didalam tanah. tampa kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang tanah semakin lama semakin jenuh,jika tanah jenuh pemberian pupuk menjadi sia-sia dikarenakan tanah jenuh tidak dapat lagi mengikat mineral sehingga pupuk yang diberikan tidak dapat mengurai kedalam tanah dan akan menguap atau tercuci, kompos memperbarui kondisi tanah dan menjadikan tanah disekitar pangkal pohon/akar menjadi lembab dan subur, dengan kompos pupuk yang diberikan dapat mengurai dengan baik sehingga akar menjadi mudah menyerap unsur hara tersebut. *PUPUK KANDANG YANG BELUM MATANG TIDAK BAIK DIGUNAKAN UNTUK PEMUPUKAN, PUPUK KANDANG YANG SUDAH MATANG DITUNJUKAN DARI TIDAK BERBAU KOTORAN,TAPI BERBAU HUMUS(TAHAH) DAN TIDAK PANAS*

Perawatan Kebersihan disekitar pohon,agar sumber makanan akar tidak terganggu dan dapat maksimal diserap akar pohon, minimal perawatan sampai usia 1 tahunan, Sampah serasah di kumpulkan menjadi Ring keliling Pohon dengan radius jarak 1 meter, agar serasah cepat terdekomposisi bermanfaat menjadi Hara ,serasah disiram Bakteri Pengurai agar cepat Permentasi,untuk selebihnya dapat juga dibiarkan,sebab daya serap akar sudah kuat.

Prospek Kayu Jabon

Kebutuhan kayu untuk pasar global pada tahun 2001 saja mengalami kekurangan yang semakin meningkat tajam sementara pada saat yang bersamaan terjadi proses penyempitan kawasan hutan. Kenyataan tersebut telah membuka pasar yang lebar bagi siapapun yang melakukan investasi dalam bidang perkayuan ini.

Kawasan hutan tropika mengalami kerusakan yang cukup parah. Penebangan tanpa diimbangi dengan upaya regenerasi serius menjadi penyebab utama masalah ini. Kerusakan hutan di kawasan tropika meningkat suhu bumi dan menipisnya kadar oksigen bumi. Kenyataan tersebut telah ikut mendorong organisasi international perkayuan (ITTO) untuk ikut serta menentukan masa depan perdagangan kayu tropika. Organisasi ITTO telah mengumumkan beberapa langkah untuk melindungi hutan tropika yang telah dilaksanakan mulai tahun 2002. menjelang abad yang mendatang, ITTO menggunakan syarat bahwa kayu-kayu tropika tidak boleh diekspor kecuali kayu tersebut merupakan hasil pengolahan. Oleh karena itu sangat diperlukan program pembudidayaan kayu secara komersial untuk menghasilkan kayu bermutu dengan nilai yang lebih tinggi.

Dibandingkan dengan jenis-jenis kayu yang lain, kayu jabon merupakan jenis kayu yang pertumbuhannya sangat cepat, berbatang silinders dan lurus, kayunya berwarna putih kekuningan tanpa terlihat serat, yang sangat baik dipergunakan untuk pembuatan kayu lapis maupun kayu gergajian.

Jabon (Antocephalus Codamba) Merupakan salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis dengan ekologi tumbuh pada :
Ketinggihan (10-2000m dpl), Curah hujan (1250-3000m/th), Perkiraan suhu (100 C – 400 C), Kondisi tanah dengan PH (4,5 – 7,5)

Jabon (Anthocephalus cadamba) Merupakan satu diantara jenis kayu yang pertumbuhannya sangat cepat dan dapat tumbuh subur di hutan tropis dengan ketinggian 0 – 1000 m dpl

Saat ini Jabon menjadi andalan industri perkayuan, termasuk kayu lapis, karena Jabon memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman kayu lainnya termasuk sengon/albasia. Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan dari beberapa sisi, diantaranya adalah:
1. Diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm/th
2. Masa produksi jabon yang singkat – hanya 4 – 5 tahun
3. Berbatang silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus
4. Tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri (self purning)


Bentuk Kayu
Kayu jabon (Anthocephalus cadamba) lebih bagus daripada kayu lainnya, tekstur lebih halus, bentuknya silinder lurus, berwarna putih kekuningan dan tidak berserat, batang mudah dikupas, lebih mudah dikeringkan atapun direkatkan dan tidak cacat, Arah serat terpadu, permukaan kayu mengkilap, kayu jabon juga sudah terbukti keawetannya atau daya tahannya.


Batang
Ciri dan karakteristik batang jabon adalah : Permukaan kayu licin serta arah tegak lurus, berwarna putih kekuningan mirip meranti kuning, batang mudah dikupas, dikeringkan, direkatkan, bebas dari cacat mata kayu dan susutnya rendah.


Keunggulan Jabon (Antocephalus Cadamba)
Jabon memiliki beberapa keunggulan di bandingkan dengan tanaman kayu rimba lainnya. Selain daya tumbuhnya yang sangat cepat, tingkat kelurusannya juga tinggi, berbatang silinder dan cabang yang ada pada masa pertumbuhan akan rontok dengan sendirinya ketika pohon meninggi. Sifat ini menguntungkan karena tidak memerlukan pemangkasan. Kayunya berwarna putih agak kekuningan tanpa terlihat serat sangat baik dipergunakan untuk pembuatan kayu lapis (playwood), mebeler, bahan bangunan non kontruksi, maupun kayu gergajian, tanaman Jabon menpunyai usai optimal berkisar 12 tahun tetapi pada usia 6 – 8 tahun sudah dapat di tebang (Ǿ 30 up).


Penanaman dan Perawatan
Jabon merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan berkembang tidak memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya


Pertumbuhan
pertumbuhan Jabon sangat cepat dibandingkan dengan kayu keras lainnya termasuk bila dibandingkan dengan sengon (albasia), Jabon tergolong tumbuhan pionir sebagaimana sengon. Ia dapat tumbuh di tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, atau tanah berbatu. Sejauh ini jabon bebas serangan hama dan penyakit, termasuk karat tumor yang kini banyak menyerang sengon.


Nilai Ekonomi
Budidaya tanaman jabon akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila dikerjakan secara serius dan benar, dari hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tanaman jabon setelah dipanen pada usia 8-10 tahun dengan asumsi harga terendah dan batang terkecil, pada setiap batang jabon diperoleh


Pemasaran
Karena jenisnya yang berwarna putih agak kekuningan tanpa terlihat seratnya, sangat dibutuhkan pada industri kayu lapis (playeood).meubelair dan bahan bangunan non kontruksi, sehingga dalam pemasaran kayu jabon sama sekali tidak mengalami kesulitan, bahkan kami telah melakukan kerjasama dengan industri kayu lapis yang siap untuk membeli setiap saat dalam jumlah yang tidak terbatas.

Tinggi batang yang bisa terjual rata-rata 12 m
Diameter batang rata-rata
maka tiap batang pohon jabon menghasilkan kayu yang bisa dijual sebanyak 1,5 kubik, sedangkan harga perkubik saat ini Rp 1.000.000,- Jadi harga 1 batang pohon jabon usia 8-10 tahun minimal seharga Rp 1.500.000

Harga kayu jabon perkubik pada tahun 2009 :
1.middle 30-39 Rp 1.000.000
2.middle 40-49 Rp 1.100.000
3.middle 50 up Rp 1.200.000

Harga ini diprediksi akan mengalami kenaikan seiring dengan tingkat kebutuhan / permintaan yang tinggi, sedangkan penyediaan kayunya semakin terbatas. Dalam 1Ha lahan tanaman jabon yang bisa ditanam sebanyak 500 batang dengan jarak 4×5 m


Industri Yang Menyerap Kayu Jabon
banyak sekali penyerap kayu jabon diantaranya kayu lapis, industri mebel, pulp, mainan anak-anak, peti buah, alas sepatu, korek api, tripleks, mebel, bahan bangunan non konstruksi, dan banyak lagi yang lainnya. kayu jabon juga mudah dibuat vinir dengan sudut kupas 920 ketebalan 1,5 mm.


Peluang Investasi
Menanam jabon bagaikan menanam emas, sebab kebutuhan kayu akan terus meninggi, karena saat ini pemerintah melarang penggunaan kayu bulat hasil tebangan hutan alam, akibatnya banyak industri tutup akibat kekurangan pasokan kayu, jadi pada masa mendatang, harga kayu jabon akan semakin meningkat terus.

Profil Tanaman Jabon - Athocephalus Cadamba

Karakter Tanaman

Tanaman kayu keras yang dapat tumbuh sangat cepat.
Lingkar batang pada usia 6 (enam) tahun bisa mencapai di atas 40-50 cm.
Jabon cepat tumbuh pada umur 4-6 tahun dan Mencapai usia optimal panen pada usia 10-15 tahun.
Usia 5-6 th sudah dapat dipanen. Pertumbuhan diameter pohon antara 5-10 cm/tahun

Kelas Kayu

Kelas Keras: III
Kelas Awet: V

Karakteristik Kayu

Karena warna kayunya kuning terang sampai putih, sangat mungkin untuk dimanfaatkan oleh industri kayu.
Kerapatan kayu (density) 290-560 Kg/M3 pada kadar air 15%,
Tekstur kayu bagus.
Berserat lurus,kurang mengkilat (redup) dan tidak berbau.
Mata kayu sedikit karena Percabangan kurang.

Kayu Jabon gampang dikerjakan baik dengan alat tradisonal maupun mesin.
mudah dikeringkan, mudah dipotong dan diketam, mudah dipaku, dibor dan dilem.

Menghasilkan permukaan kayu yang halus.
Penyusutan kayu rendah, Penyusutan radial 0,8% dan penyusutan tangensial 2,1%,
Kelenturan modulus (Modulus Elasticity) berkisar 7,700-9,300 N/mm2

Nama Botanis

Anthocephalus chinensis (Lamk.) A. Rich. ex Walp. syn. Anthocephalus cadamba Miq, famili Rubiaceae.

Nama Daerah

Seuribee eik, Gempol, pepohong, snex. Seribu naik, Jabon, jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jw); galupai. galupai bengkal, harapesn, johan, kalampain, kelampai, kelempi, kiuna, lampaian, pelapaian. selapaian, serebunaik (Smt); ilan, kelampayan, taloh, tawa telan. tuak, tuneh, tuwak (Kim); bance, pute. loeraa, pontua, suge manai, sugi manai, pekaung. toa (Slw); gumpayan. kelapan. mugawe, sencari INTB); aparabire, masarambi (lJ),

Nama di Negara Lain

Gao (Vnl); kadam (Bma, Fr, Gm, Ind, It, NI, Pak, Sp, UK, USA); laran (Sb); kelempayan (Mly); selimpoh, limpoh, entipong, sempayan (Swk); bangkal (Bm); mau-Iettan-she (Bma); kaataan bangkal (PI).

Daerah Penyebaran

Seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya.

Habitus

Tinggi pohan dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas cabang 30 m, diameter sampai 160 Cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,50 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal.

SIFAT-SIFAT KAYU JABON

Sifat Fisik
Ciri Umum:
Warna Kayu teras berwarna putih semu-semu kuning muda, lambatlaun menjadi kuning semu-semu gading, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras.
Tekstur kayu agak halus sampai agak kasar.
Arah serat lurus, kadang-kadang agak berpadu.
Permukaan kayu licin atau agak licin.
Permukaan kayu jelas mengkilap atau agak mengkilap.
Pori bergabung 2-3 dalam arah radial, jarang soliter, diameter 130-220 µ, frekuensi 2-5 per mm2.
Parenkim agak jarang, dapat dilihat di bawah loupe 10x seperti garis-garis pendek yang tersebar, seringkali 2-3 garis bersambungan dalam arah tangensial di antara iari-jari dan bersinggungan dengan pori, atau membentuk garis-garis panjang yang halus dan merupakan jaringan seperti jala dengan jari-jari
Jari-jari uniseriat, tinggi 580 µ, lebar 44 µ, frekuensi 2-3 per mm.
Panjang serat 1.979 µ dengan diameter 54 µ, tebal dinding 3,2 µ dan diameter lumen 47,6 µ

Sifat Fisis
Berat jenis: 0,42 (0,29-0,56)
kelas kuat: III-IV
Penyusutan sampai kadar air 12% adalah 3,0% (R) dan 6,9 %(T)

Sifat Mekanis
Keteguhan lentur static
Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) b 294 k 387
Tegangan pad a batas Patah (Kg/CM) b 516 k 691
Modulus elastisitas (1.000 Kg/Cm2 b 5,4 k 68,0
Usaha sampai batas proporsi (kgm/dm3) b 0.3 k 0.80
Usaha sampai batas patah (kgm/dm3 b 5.4 k 6.0

Keteguhan Pukul
Radial (Kgm/Dm3) b 20.2 k 22.3
Tangensial Kgm/dm3) b 20.6 k 24.2
Keteguhan tekan sejajar Tegangan Maksimum (Kg/Cm2) b 279 k 374

Kekerasan (JANKA)
Ujung (kg/cm3) b 275 k 374
Sisi (kg/cm2) b 239 k 268

Keteguhan Geser
Radial(Kg/Cm2) b 36.6 k 48.4
Tangensial (kg/cm2) b 46.4 k 59.1

Keteguhan belah
Radial(Kg/Cm) b 36.2 k 36.1
Tangensial (kg/cm) b 55.0 k 55.1

Keteguhan tarik tegak lurus arah
Radial (kg/cm2) b 32.6 k 25.0
Tangensial (kg/em2) b 38.4 k 31.4

Sifat Kimia
Kadar:
Selulosa 52,4%
Lignin 25,4%
Pentosan 16.2%
Abu 0.8%
Silika 0,1%
Kelarutan
Alkohol-benzena 4.7%
Air Dingin 1.6%
Air panas 3,1%
NaOH1 8,4%
Nilai Kalor 4.731 call/g

PENGOLAHAN

Keawetan
Kayu jabon dimasukkan ke dalam kelas awet V, demikian juga berdasarkan percobaan kuburan jenis kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas II. sedangkan daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas IV-V

Keterawetan
Keterawetan kayu jabon termasuk kelas sedang

Pengeringan
Kayu jabon termasuk mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta sedikit mencekung. di samping itu karena mudah diserang jamur biru, maka kayu jabon perlu dikeringkan secara cepat di udara terbuka

Pengeringan alami
Pengeringan papan tebal 2,5 cm dari kadar air 82% sampai kadar air 14% memerlukan waktu 38 hari.

Pengeringan dalam dapur pengering
Bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 57-76,5ºC dengan kelembaban nisbi 70-30%.

Pengerjaan
Kayu jabon dilaporkan mudah digergaji. Hasil pengujian sifat pemesinan menunjukkan bahwa kayu jabon dapat dibentuk, dibuat lubang persegi dan diamplas dengan hasil baik, sedangkan penyerutan, pemboran dan pembubutan hanya memberi hasil sedang saja

KEGUNAAN

Material
Kayu jabon dapat dibuat sebagai bahan bangunan non-konstruksi, mebeler,
bahan plywood (kayu lapis/tripleks), Papan, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, Alas sepatu, korek api, konstruksi darurat yang ringan, cocok untuk pulp serat pendek yang memproduksi kertas kualitas sedang, dan sebagai Silvikultur.

Venir
Kayu jabon mudah dibuat venir tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92° untuk tebal venir 1,5 mm.

Kayu lapis
Perekatan venir kayu jabon dengan urea-formal-dehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang dan Jerman.

TEMPAT TUMBUH

Jabon umumnya tumbuh pada tanah alluvial lembab di pinggir sungai dan di daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang digenangi air. Selain itu dapat juga tum-buh dengan baik pada tanah liat, tanah lempung
podsolik coklat, tanah tuf halus atau tanah lempung berbatu yang tidak sarang. Jenis ini memerlukan iklim basah hingga kemarau kering di dalam hutan gugur daun dengan tipe curah hu-jan A dan D, mulai dari dataran rendah sampai ke¬tinggian 1.000 m dari permukaan laut

PERMUDAAN
Permudaan alam banyak sekali terdapat terutama pada tempat-tempat terbuka seperti pada bekas tebangan, bekas jalan sarad atau bekas perladangan. Jabon termasuk jenis pionir yang dapat membentuk kelompok hutan alam murni pada tempat yang bebas persaingan cahava. Permudaan buatan banyak dilakukan di Jawa Timur. Biji disemaikan lebih dahulu di dalam bak kecambah, kemudian setelah tumbuh dan men¬capai tinggi 3 cm dipindahkan ke bedeng penyapihan atau ke dalam bumbung. Setelah mencapai tinggi 20-30 cm ditanam di lapangan pada permulasn musim hujan. Penanaman dapat pula dilakukan dengan cabutan atau stump. Jarak ta¬nam 3 m x 2 m. Pertumbuhan jabon termasuk cepat, sehingga pada umur 3 tahun harus dilakukan penjarangan pertama dan pada umur 25 tahun sudah dapat menghasilkan kayu pertukangan

BUAH

Pohon jabon berbuah setiap tahun pada bulan Juni-Agustus. Buahnya merupakan buah majemuk berbentuk bulat dan lunak, mengandung biji yang sangat kecil. Jumlah biji kering udara 18-26 juta butir per kg. Jumlah buah 33 butir per kg atau 320 butir per kaleng minyak tanah. Buah yang berukuran sedang dapat menghasilkan sekitar 8.300 pohon. Biji yang telah dikeringkan dan disimpan pada tempat yang tertutup rapat dalam ruangan yang sejuk dapat tahan selama satu tahun

HAMA & PENYAKIT

Tanaman muda biasa dimakan binatang liar seperti rusa dan banteng. Serangga dan jamur Gloeosporium anrhocephali Desm and Mont. menyerang daun yang menyebabkan defoliasi dan mati pucuk.

PEMBAHASAN

1. Kayu Jabon digunakan untuk korek api, Slet (pinsil), sumpit sebab kayu jabon ringan, serat lebih halus sehingga mudah pengejaan sewaktu di olah menggunakan mesinatu sewaktu masuk kemesin pengolahan.

2. Sebagai Peti pembungkus atau peti kemas selain mempunyai keteguhan gesek, keteguhan pukul dan cukup ringan bisanya di guanakan sebagai paking box sebelum barang yang di kemas di muat atau dimasukkan kedalam container sewaktu pengiriman barang sebelum di kirim terlebih dahulu di sterilkan (Fumigation) dan kayu jabon tahan terhadap serangan jamur perusak.

3. Kayu Jabon juga sebagai bahan kerajinan tangan berupa hiasan atau mainan di karena menpunyai sifat kayu yang lunak serat lebih halus sehingga mudah dalam pengerjaaanya.

4. Kayu Jabon juga dapatdi gunakan sebagai bahan baku kerta (pulp) dikarenakan mempunyaisifat kimiayaitu memilikikandunga selulosa cukup tinggi ± 52.4% dan panjang serat 1.979.

5. Kayu Jabon dapat di guanan sebagai kontruk darurat ringan yang bersifat sementara dan jangka waktu pendek mengingat kayu jabon termasuk kelas awet IV-V yang tidak terlalu lama apalagi bila di luar out door. Tapi kayu abon tidak cocok untuk kontruksi bangunan permanen.

6. Kayu jabon sebagai veneer atau bahan baku kayu lapis (plywood) karena memiliki serat yang harus, berat kayu tergolong ringan, pada umumya bentuk batang silindris sehinnga tidak bayak bahan yang terbuang sewaktu masuk mesin rotary (pengupasan). Dan memunyai tingkat keuletan sehigga veneer yang di hasil kan tidak mudah robek atau patah mengingat panjang serat cukup tinggi. Untuk sekarang ini banyak di gunakan seperti yang di gunakan pada salah sayu perusahaan plywood di kab Cirebon jawa barat.

7. Untuk pengembangan dan pembudidayaan jenis kayu jabon untuk sekarang ini banyak di lakukan oleh perusaahan atau industry primer/penggergajian dan industry plywood pada lahan kritis atau yang terbuka mengingat jenis ini mudah tumbuh pada lahan terbuka yang cukup mendapat cahaya matahari. Seperti yang dilakukan PT. Serayu Makmur Kayunindo di kab Cirebon.

DAFTAR PUSTAKA :
 
1. Atlas Kayu jilid 1 dan II (Pusat penelitian dan pengembangan bogor)
2. Laporan perjalanas dinas BP2HP VII di PT. Serayu makmur Kayunindo.
3. Seminar Peluang bisnis Jabon (http://tgcfahutanipb.wordpress.com)
4. Badan Litbang Kehutanan (http://www.forda-mof.org)

Rabu, 04 Mei 2011

Wikipedia Jati

A. Tanaman Jati 

       Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
     Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati.     Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
     Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.

B.  Hibitus Jati

        Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon ( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda.
       Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
       Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
       Bunga majemuk terletak dalam mulai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.
       Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

C. Sifat Ekologis dan Penyebaran
   
       Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.
Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos. Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.
Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.
        Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.
       Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, New Zealand, Pasifik dan Taiwan.

D. Sebaran hutan jati di Indonesia

      Di Indonesia sendiri, selain di Jawa dan Muna, jati juga dikembangkan di Bali dan Nusa Tenggara.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Hasilnya kurang menggembirakan. Jati mati setelah berusia dua atau tiga tahun. Masalahnya, tanah di kedua tempat ini sangat asam. Jati sendiri adalah jenis yang membutuhkan zat kalsium dalam jumlah besar, juga zat fosfor. Selain itu, jati membutuhkan cahaya matahari yang berlimpah.
Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau Sumatera. Pada 1817, Raffles mencatat jika hutan jati tidak ditemukan di Semenanjung Malaya atau Sumatera atau pulau-pulau berdekatan. Jati hanya tumbuh subur di Jawa dan sejumlah pulau kecil di sebelah timurnya, yaitu Madura, Bali, dan Sumbawa. Perbukitan di bagian timur laut Bima di Sumbawa penuh tertutup oleh jati pada saat itu. Heyne, pada 1671, mencatat keberadaan jati di Sulawesi, walau hanya di beberapa titik di bagian timur. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa. Heyne menduga jati sesungguhnya terdapat pula di Pulau Kabaena, serta di Rumbia dan Poleang, di Sulawesi Tenggara. Analisis DNA mutakhir memperlihatkan bahwa jati di Sulawesi Tenggara merupakan cabang perkembangan jati jawa.
Jati yang tumbuh di Sulawesi Selatan baru ditanam pada masa 1960an dan 1970an. Ketika itu, banyak lahan di Billa, Soppeng, Bone, Sidrap, dan Enrekang sedang dihutankan kembali. Di Billa, pertumbuhan pohon jatinya saat ini tidak kalah dengan yang ada di Pulau Jawa. Garis tengah batangnya dapat melebihi 30 cm.

1. Penyebaran Jati ke Jawa

      Walaupun menyebar luas di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, mayoritas ahli sepakat bahwa jati bukan tumbuhan asli di Indonesia. Ada beberapa dugaan tentang asal mula budidaya jati di Indonesia. Raffles menunjukkan bahwa, pada abad ke-15 dan ke-16, hutan jati yang terdekat dengan Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil berada di Siam dan Pegu. Kedua negeri itu tercatat pernah mengekspor barang ke Jawa melalui kapal-kapal besar. Ia lantas menduga bahwa orang laut dulu mengimpor jati, entah dari Pegu, entah dari Malabar.
      Oleh karena jarak antarpohon cenderung beraturan, Altma (1922) memperkirakan bahwa hutan jati di Jawa mungkin merupakan hasil penanaman di akhir era Hindu (abad ke-14 hingga ke-16). Ia menduga jika penguasa Jawa masa itu telah menganggap jati sebagai suatu pohon suci. Mereka lantas mengimpor jenis pohon itu dari Kelinga di pantai timur India Selatan sejak abad kedua. Jati memang banyak ditemukan di sekitar candi-candi untuk menghormati Dewa Syiwa. Namun, Simatupang (2000) melihat jika jati telah menyebar jauh lebih luas. Ia menduga penyebaran yang lebih luas ini berkat keterlibatan para petani sekitar candi. Para petani itu sudah melihat kegunaan jati dan budidayanya yang mudah.
Simatupang menduga bahwa, di tempat-tempat tertentu di Jawa yang tidak cocok untuk persawahan, perladangan berpindah dipraktikkan. Perladangan berpindah adalah cara bertani yang biasa dilakukan semasa itu di banyak daerah lain di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Sebelum berpindah ladang, petani-petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mungkin telah menanam pohon jati. Oleh karena sesuai dengan iklim kering setempat yang kerap menimbulkan kebakaran, jati kemudian menjadi spesies dominan.

     a. Daerah Sebaran Hutan Jati di Jawa

      Sedini 1927, hutan jati tercatat menyebar di pantai utara Jawa, mulai dari Kerawang hingga ke ujung timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih daripada 200 meter di atas permukaan laut.
       Di kedua provinsi ini, hutan jati sering terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
      Saat ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa.

E. Sifat-sifat Kayu dan Pengerjaan

         Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap.
Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.
        Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture/mebel dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.
         Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Manual kelautan Inggris bahkan menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.
Pada abad ke-17, tercatat jika masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.
          Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
  1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
  2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
  3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
  4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
  5. Jati kembang.
  6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.

F. Kegunaan kayu jati

          Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.
Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.
Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah.
Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.
Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.

1. Fungsi Ekonomis Hutan Jati

       Sebagai jenis hutan paling luas di Pulau Jawa, hutan jati memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting. Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.
        Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.
        Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas. VOC lantas mewajibkan para pemuka bumi putera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumi putera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa. VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.
Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu. Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3. Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk garden furniture (mebel taman).

2. Fungsi Ekonomis Lain dari Hutan Jati Jawa

     Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati. Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati.
     Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan. Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.
     Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati. Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.

3. Fungsi Non-Ekonomis Hutan Jati Jawa

     Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.
Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut:

4.  Fungsi Penyangga Ekosistem

Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

5.  Fungsi Biologis

      Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.
     Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), Kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.
      Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).
      Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.

6.  Fungsi Sosial

      Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat   berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya.
      Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.
      Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko “Bahagia”. Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan.

G. Jenis yang Berkerabat

      Seluruhnya, ada tiga anggota genus Tectona. Selain jati Tectona grandis yang diuraikan di atas, dua yang lain adalah:
  • Jati Dahat (Dahat Teak, Tectona hamiltoniana), sejenis jati endemik di Myanmar, yang kini sudah langka dan terancam kepunahan.
  • Jati Filipina (Philippine Teak, Tectona philippinensis), jati endemik dari Filipina; juga terancam kepunahan.
      Pada pihak lain, ada pula jenis-jenis pohon atau tumbuhan lain yang dinamai jati meski tidak berkerabat. Di antaranya: